Info Terbaru 2022

Khasiat Dzikir Sholawat Nabi 1000 Kali Setiap Hari

Khasiat Dzikir Sholawat Nabi 1000 Kali Setiap Hari
Khasiat Dzikir Sholawat Nabi 1000 Kali Setiap Hari
Kisah-Kisah Fadhilah Keajaiban dan Khasiat Sholawat Nabi. Membaca Sholawat Nabi menunjukkan kecintaan seorang muslim kepada nabinya. Shalawat Nabi memang salah satu dzikir yang sangat dianjurkan menjadi amalan rutin bagi siapa saja. Karena sholawat yaitu perintah eksklusif dari Allah yang termaktub dalam al-Qur’an. Bahkan dinyatakan dalam ayat itu bahwa Allah dan para Malaikat-Nya pun bersholawat kepada Nabi.  Melihat ini tentu bacaan sholawat ini yaitu sesuatu yang sangat bernilai.

Kisah Fadhilah Keajaiban dan Khasiat Sholawat Nabi Khasiat Dzikir Sholawat Nabi 1000 kali Setiap Hari


Macam-Macam Jenis Sholawat Nabi

Di masyarakat muslim  di seluruh dunia, utamanya di Indonesia, ada  banyak macam sholawat yang dikenal. Ada Sholawat Nabi, Sholawat Jibril, Sholawat Nariyah, Sholawat Nuridzati, Sholawat Nuril Anwar, Sholawat Fatih, Sholawat Thibbil Qulub dan sebagainya. Semuanya yaitu merupakan pernyataan cinta penyusunnya dan juga pembacanya kepada baginda Nabi Shollallahu ‘alaihi wasallam.

Meski ada yang tidak baiklah dengan macam-macam sholawat yang ada, namun berdasarkan irit penulis semuanya yaitu ungkapan perasaan cinta kepada Rasulullah dari umatnya. Dan penyusunnya yaitu para ulama yang tentu saja mempunyai ilmu yang sangat tinggi dibanding kita generasi periode ini.

Kisah-Kisah  Keajaiban Sholawat

Kisah pertama dialami oleh KH.Ahmad Masduqie Machfudzh yang ditulis di web nu online. Shalawat dan shalat jamaah yaitu dua “senjata” Achmad Masduqie Machfudh. Tiap mendapatkan aduan problem dari masyarakat, ia selalu berwasiat untuk membaca shalawat, minimal 1000 kali setiap hari dan 10.000 kali setiap malam Jum’at.


Baca juga : Sholawat Fulus Untuk Rejeki Lancar

Rais Syuriyah PBNU periode 2010-2015 yang juga pendiri Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyyah Nurul Huda Mergosono Malang ini mempunyai pengalaman menarik wacana shalawat Nabi, tepatnya pada tahun 1956, ketika ia masih duduk di sebuah SLTA di Yogjakarta.

Suatu ketika, ia menerima gangguan jin di sebuah masjid daerah belajarnya sehingga selama tiga hari Maduqie muda merasa ingin banyak makan tapi anehnya tidak sanggup buang hajat. Di hari ke empat, tubuhnya pun sangat panas dan ketika itu juga ia berpesan kepada adiknya.

“Dek, nanti kalau saya mati, tolong jangan bawa pulang janazahku ke Jepara tetapi dikuburkan di Jogja saja,” pinta kiai yang wafat pada 1 Maret 2014 ini kepada sang adik. Kiai Masduqie tiba ke Jogja berniat untuk mondok. Beliau khawatir syahidnya hilang kalau wafat di Jogja namun jenazahnya dimakamkan di Jepara.

Sontak saja adiknya semakin khawatir kondisinya. Maka diajaklah sang abang menemui seorang seorang kiai. “Mari kita pergi ke kiai itu, kiai yang Mas biasa ngaji di hari Ahad.”

Kiai Masduqie mendapatkan seruan adiknya. Pergilah ia bersama adiknya dengan naik becak dan hingga di rumah pak kiai yang di maksud pada pukul satu malam. Ketika ia datang, pintu rumah Pak Kiai masih terbuka. Tentu tengah malam itu sang tuan rumah sudah tidak melayani tamu, sebab semenjak pukul 10 malam yaitu waktu khusus Pak Kiai untuk ibadah kepada Allah. Karena melihat Masduqie muda yang tiba di tengah malam dengan keadaan payah, kiai pun mempersilahkan Masduqie muda beristirahat di rumah.

Masduqie muda pun tertidur di rumah kiai itu. Baru beberapa jam di rumah kiai, tepatnya pukul 3 malam, ia terbangun sebab merasa mulas ingin buang hajat. Setelah itu, rasa sakit dan panas yang dirasakan sedikit hilang.

Pada pagi harinya, ia yang masih panas badannya bertemu dengan Pak Kiai. “Pak Kiai, saya sakit”. Bukannya merasa iba, Pak Kiai hanya tersenyum. Dan anehnya, rasa panas yang ia rasakan hilang seketika itu.

Pak Kiai dawuh, “Mas, sampean gendeng mas.”

“Kenapa gendeng, Yai?” tanya Masduqie muda.

“Iya, wong bukan penyakit dokter, sampean kok bawa ke dokter, ya uang sampean habis. Pokoknya kalau sampean kepengin sembuh, sampean tidak boleh pegang kitab apapun,” jawab kiai.

Jangankan membaca, menyentuh saja tidak diperbolehkan. Padahal pada ketika itu, Masduqie muda dua bulan lagi akan mengikuti ujian simpulan sekolah.

“Yai, dua bulan lagi saya ujian, kok enggak boleh pegang buku,” Masduqie muda matur kepada Pak Kiai.

Seketika itu Pak Kiai menanggapinya dengan marah-marah, “Yang bikin kau lulus itu gurumu? Apa bapakmu? Apa mbahmu?”

Masduqie muda menjawab, “Pada hakikatnya Allah, Yai.”

“Lha iya gitu!” timpal Pak Kiai.

“Lalu bagaimana syariatnya (upaya yang dilakukan), Yai?” tanya Masdqie muda lagi.

“Tiap hari, kau harus baca shalawat yang banyak,” jawab, Pak Kiai.

Masduqie muda kembali bertanya, “Banyak itu berapa, Yai?”

Pak Kiai pun menjawab, “Ya paling sedikit seribu, habis baca 1000 shalawat, minta ‘dengan berkat shalawat yang saya baca, saya minta lulus ujian dengan nilai bagus’.”

Ya sudah, Masduqie muda tidak berani pegang kitab maupun buku, sebab memang ingin sembuh. Mendengar dongeng dari Masduqie muda, Paman ia marah-marah. “Bagaimana kau ini? Dari Jepara ke sini, kau kok nggak belajar?” Masduqie muda tidak berani komentar apa-apa. Karena ia menuruti  dawuh kiai untuk tidak menyentuh kitab atau buku, ia nurut saja.

Menjelang ia ujian, pelajaran bahasa Jerman, bukunya ternyata diganti oleh gurunya dengan buku yang baru. Karena masih tidak boleh menyentuh buku, maka ia tetap taat titah kiai.

Setelah ujian, Masduqie muda dipanggil guru bahasa Jerman.

Pak Guru    : Kamu her (remidi/mengulang)

Masduqie   : Berapa nilai saya pak?

Pak Guru    : Tiga!

Masduqie    : Iya, Pak. Kapan, Pak?

Pak Guru    : Seminggu lagi 

Namun sesudah seminggu, Masduqie muda tidak eksklusif mendatangi guru bahasa Jerman, sebab larangan pegang buku belum selesai. Baru sesudah selesai, Masduqie muda mendatangi Pak Guru.

Masduqie    : Pak, saya minta ujian, Pak.

Pak Guru    : Ujian apa?

Masduqie    : Ya ujian bahasa Jerman, Pak.

Pak Guru    : Lha kau kurang terpelajar apa?

Masduqie    : Lho kenapa, Pak?

Pak Guru    : Nilai delapan kok minta ujian lagi. Kamu itu minta nilai berapa?

Masduqie    : Lho, ya sudah Pak, barang kali sanggup nilai sepuluh.

Dari nilai angka 3, sebab shalawat, alhasil mingkem menjadi angka 8. Setelah itu, ia tidak pernah meninggalkan baca shalawat. Itulah satu pengalaman shalawat KH Masduqie Mahfudz ketika muda.

Kisah keajaiban sholawat 2

Juga dialami oleh KH. Ahmad Masduqie Mahfudh sebagai Wasilah untuk Atasi Penyakit dan Kesulitan. Pengalaman shalawat ia lagi, yakni ketika Kiai Masduqie harus melakukan dinas dinas di Tarakan, Kalimantan Timur. Pada suatu hari, ada tamu pukul 5 sore, dan bilang ke Kiai Masduqie, “Saya disuruh oleh ibu, disuruh minta air tawar.”

Kiai Masduqie mengaku masih kurang terpelajar ketika itu. Seketika itu ia menjawab, “Ya, silakan ambil saja, air tawar. kan banyak itu di ledeng-ledeng itu.”

“Bukan itu, Pak. Air tawar yang dibacakan doa-doa untuk orang sakit itu, Pak,” kata si tamu.

“O, kalau itu ya tidak sanggup sekarang. Ambilnya harus besok habis shalat shubuh persis.”

Kiai Masduqie menjawab begitu sebab ia ingin bertanya kepada sang istri perihal abah mertua yang sering nyuwuk-nyuwuk (membaca doa untuk mengobati) dan ingin tahu apa yang dirapalkan. Ternyata istri ia tidak tahu wacana doa yang dibaca abahnya di rumah. Padahal Kiai Masduqie sudah janji.

Habis isya’ ketika ia harus wiridan membaca dalail, ia menemukan hadits wacana shalawat. Inti hadits tersebut kurang lebih, “Siapa yang baca shalawat sekali, Allah beri rahmat sepuluh. Baca shalawat sepuluh, Allah beri rahmat seratus. Baca shalawat seratus, Allah beri rahmat seribu. Tidak ada orang yang baca shalawat seribu, kecuali Allah mengabulkan permintaanya.”

Setelah mencari di aneka macam kitab, ketemulah hadits tersebut sebagai jawabannya. Lalu belaiu pun berdiri di  tengah malam, mengambil air wudlu dan air segelas, sesudah itu membaca shalawat seribu kali. Allahumma shalli wa sallim ‘ala sayyidinâ Muhammad.

Setelah ia selesai membaca seribu shalawat, ia berdoa, ”Allahumaj’al hadzal ma’ dawâ-an liman syarabahu min jamî’il amrâdh”. Arti doa tersebut, “Ya allah, jadikanlah air ini sebagai obat dari segala penyakit bagi peminumnya”. Lalu meniupkan ke air gelas dan baca shalawat satu kali lagi. Di pagi hari, diberikanlah air tersebut kepada orang yang memintanya.

Setelah tiga hari, ada isu dari orang tersebut bahwa si penderita penyakit sudah sembuh sesudah meminum air dari Kiai Masduqie. Padahal, sakitnya sudah empat bulan dan belum ada obat yang sanggup menyembuhkan. Dokter pun sudah tidak sanggup menangani penyakit yang diderita orang ini dan menyarankan untuk mencari obat di luar. Anehnya, pemberi kabar itu menyampaikan bahwa Kiai Masduqie selama tiga hari itu mengelus-elus perut orang yang sakit.

Mengelus-ngelus perut? Tentu saja tidak, apalagi si penderita penyakit yaitu perempuan yang bukan mahramnya. Hal itu juga tidak mungkin sebab Kiai Masduqie selama tiga hari di rumah saja. Berkat shalawat, atas izin Allah penyakitnya sembuh.

Sejak insiden itu di Kalimantan timur Kiai Masduqie populer sebagai guru agama yang pandai nyuwuk. Sampai penyakit apa saja sanggup disembuhkan. Jika ia tidak membacakan shalawat, ya istri ia mengambilkan air jeding, yang sudah digunakan untuk wudlu. Ya sembuh juga penyakitnya. Inilah pengalaman shalawat Kiai Masduqie ketika dinas di Kalimantan.

Kisah-kisah lain wacana keajaiban dan khasiat Sholawat

Cerita lain, suatu ketika ia harus ke Samarinda dengaan naik kapal pribadi milik Gubernur Aji Pangeran Tenggung Pranoto. Dalam pertengahan perjalanan melalui laut, tepatnya di Tanjung Makaliat kapal yang diinaikinya terkena angin puting beliung. Maka goyang-goyanglah kapal tersebut. Kiai Masduqie sadar, berwudlu, kemudian naik ke atas kapal. Beliau ajak para awak kapal untuk mengumandangkan adzan biar malaikat pengembus angin dahsyat tersebut berhenti. Lalu berhentilah angin tersebut. Inilah salah satu pengalaman shalawat Kiai Masduqie.

“Kalau ada orang menderita penyakit aneh-aneh, tiba ke Mergosono, insya Allah saya bacakan shalawat seribu kali. Kalau ndak mempan sepuluh ribu kali, insyaallah qabul,” kata Kiai Masduqie ketika pengajian di Majelis Riyadul Jannah.

“Berkat shalawat Nabi, sampean tahu sekarang, saya berdiri pondok hingga tingkat tiga, nggak pernah minta sokongan dana masyarakat, mengedarkan edaran, tawaran nggak pernah. Modalnya hanya shalawat saja. Uang yang tiba ya ada juga, tapi nggak habis-habis. Itu berkat shalawat,” lanjut Kiai Masduqie dalam pengajiannya.

Kisah lainnya, suatu ketika, seorang bidan mengadu kepada Kiai Masduqie wacana suaminya yang pergi meninggalkannya sebab terpikat dengan perempuan lain. Ia berharap suaminya sanggup kembali. Abah, demikian para santrinya menyapa, menjawab bidang tersebut dengan tegas menganjurkan untuk baca shalawat. Bidan pun secara istiqamah mengamalkannya, dan dalam selang beberapa usang suaminya kembali seraya bertobat.

Kiai Masduqie mempunyai sembilan putra/putri ini yang di samping sarjana juga sanggup membaca kitab semua. Saat anak ia ada yang mau ujian, di samping putranya juga disuruh baca shalawat, belaiu juga membacakan shalawat untuk kelancaran dan kesuksesan putra-putrinya.

Kiai Masduqie pernah dawuh, ”Berkat shalawat Nabi SAW, semua yang saya inginkan belum ada yang tidak dituruti oleh Allah. Belum ada permintaan yang tidak dituruti berkat shalawat Nabi. Semua permintaan saya terpenuhi berkat shalawat”.

Inilah beberapa kisah fadhilah,  kehebatan, keajaiban dan khasiat bacaan sholawat yang sangat luar biasa. Selain dijanjikan syafaat dari Nabi, ada bonus-bonus lain bagi mereka yang senantiasa mengamalkan dzikir sholawat Nabi ini.

Mari selalu biasakan bersholawat. Shallu ‘alan Nabi Muhammad! Allahumma shalli wa sallim ‘ala sayyidina Muhammad.
Advertisement

Iklan Sidebar